[Review] Emma Grace - Pay It Forward

Judul: Pay It Forward (Goodreads)
Pengarang: Emma Grace
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9786020315010
Tahun: April 2015
Tebal: 256 hlm
Rating: 4/5 stars
Format: Ebook
Mulai: 9 Desember 2015
Selesai: 10 Desember 2015


Sinopsis:
Tedjas:
Astaga, gadis itu sudah gila. Pasti! Gue nggak pernah berminat untuk komentar di status orang di Facebook, apalagi ikut-ikutan dalam permainan apa pun. Tapi, gadis itu bilang apa tadi? Pay It Forward? Cih, permainan apa itu?

Gitta:
Aku nggak pernah mengira bisa membenci seorang pria, seperti aku membenci Tedjas. Sejak pertama bertemu, dia selalu bersikap menyebalkan. Seakan belum cukup, dia juga menghinaku habis-habisan di depan banyak orang. Semakin jauh jarak terbentang di antara kami, itu semakin baik!

Itu yang Tedjas dan Gitta pikirkan. Tapi ketika rasa cinta menggedor semakin kuat, sanggupkah mereka berdua tetap berpura-pura bahwa kedekatan itu tak pernah nyata?


Review:
Pada suatu hari, aku sedang ingin membaca buku contemporary yang ringan. Saat melihat-lihat judul buku yang ada di iJak, aku jadi penasaran dengan buku ini. Sepertinya... seru dan ringan. Ternyata, tebakanku tepat. Dan nggak cuma ringan, buku ini sebetulnya membahas beberapa topik yang cukup 'berisi' tapi nggak menggurui.

Setiap manusia memiliki hantunya masing-masing. 
Pada sebagian orang, hantu itu bisa berupa ketakutan. Sebagian yang lain, hantu itu berupa kekhawatiran akan masa depan atau mungkin kenangan buruk akan peristiwa masa lalu yang tak pernah bisa mereka enyahkan dari ingatan. (hlm. 61) 

Garis besar cerita pada buku ini ada 2: hubungan antara Gitta dengan Tedjas serta hubungan antara Gitta dengan keluarganya.

Pertama, tentang hubungan Gitta dengan Tedjas. Buatku, hubungan keduanya terasa sangat 'nyata' di sini. Awalnya ada perasaan tidak suka antara satu sama lain, tapi lama-lama jadi terbiasa baru jadi suka. Mungkin formula ini memang sudah sering dipakai di buku-buku fiksi lain. Tapi dengan gaya penulisannya Emma Grace yang mudah dinikmati, aku suka aja membacanya.

"Gue tahu tipe kayak lo, Git. Lo nggak mungkin akan bolos. Nggak mungkin banget, pokoknya."
Gadis itu semakin heran. "Jadi kenapa lo datang?"
"Gue kira lo sakit." Tedjas menatap lurus di matanya. "Itu satu-satunya penjelasan logis kenapa lo yang biasa hadir tepat waktu di kelas, kali ini bisa-bisanya melewati satu mata kuliah penting."
... 
"Karena itu gue datang," jelas Tedjas sederhana. "Karena gue khawatir." (hlm. 103)

Yang kedua adalah hubungan antara Gitta dengan keluarganya. Ada beberapa jenis hubungan yang aku maksud di sini. Tapi inti dari semuanya dapat diartikan jadi satu: bahwa keluarga itu perlu dan patut diperjuangkan. Bahwa apabila ada masalah, maka perlu diselesaikan tanpa menyakiti satu sama lain. Dan masih ada banyak pelajaran lainnya dari interaksi antara Gitta dengan keluarganya.

"... Karena kesepian bisa ngebunuh lo. Karena rasa sepi akan buat lo jadi manusia paling pahit di bumi ini. Dan kalo lo nggak datang sekarang, maka lo nggak akan punya keberanian untuk menginjakkan kaki di sana sama sekali. Kalau itu sampai terjadi," Tedjas menatap Gitta tajam, "maka yang akan membayangi lo bukan hanya kesepian, tapi juga penyesalan." (hlm. 135)

Secara keseluruhan, buku ini bernilai 4 bintang karena melebihi ekspektasiku pada awalnya :)

Comments

Popular posts from this blog

Share the Love 2017: #Giveaway oleh @mandewi dan @afifahtamher

2018 Reading Goals